Pages

Senin, 20 Mei 2013

Teknik Pemeriksaan Dental Radiografi


Anatomi dan Fisiologi Gigi
Jumlah gigi manusia dewasa = 32 buah, terdiri dari 16 buah pada tiap-tiap rahang, yaitu :
  • 2 buah Insisivus
  • 1 buah caninus
  • 2 buah premolar
  • 3 buah molar
Semuanya pada sisi kanan dan kiri.
Gigi berfungsi sebagai :
  1. Mengunyah makanan secara mekanis
  2. Membantu memperjelas bunyi vokal
  3. Sebagai keindahan (estetika)
 
TEKNIK RADIOGRAFI UNTUK DENTAL RADIOGRAPHY
Film yang digunakan adalah film khusus untuk dental radiography, yang merupakan single emulsi. Untuk mempermudah positioning film dental, biasanya digunakan sebuah alat yang disebut "Bitewing"
Dan sudut proyeksi yang diberikan pada setiap objek berbeda-beda tergantung objek apa yg diperiksa (apakah rahang atas atau bawah).

Gambar berbagai proyeksi pada dental radiography :

PANORAMIC
Panoramic digunakan untuk melihat gigi secara keseluruhan. Keuntungan panoramic adalah bisa melihat keseluruhan gigi hanya dengan satu kali pemeriksaan. Tetapi kerugian panoramic adalah radiasi yang diterima pasien lebih lama jika dibandingkan dengan dental radiography biasa.

Gambar teknik radiografi Panoramic

OCLUSAL FILM RADIOGRAPHY
Oclusal film radiography adalah sebuah teknik radiography yang memanfaatkan film occlusal untuk mendapatkan gambaran organ yang berada dalam mulut selain gigi misalnya seperti maxilla dan mandibula. Film occlusal sama seperti film dental (single emulsi) hanya ukurannya lebih besar dari film dental.

MANFAAT PEMERIKSAAN DENTAL RADIOGRAPHY
Pasien yang mengalami gangguan pada giginya tentu harus menjalani pemeriksaan, perawatan atau bahkan operasi pada giginya. Supaya penanganan atas gangguan pada gigi tersebut bisa tepat maka sebelum dilakukan tindakan sebaiknya dilakukan pemeriksaan dental radiography.

BEBERAPA INDIKASI YANG BIASA TERDAPAT PADA PEMERIKSAAN  "DENTAL RADIOGRAPHY" ATAUPUN "PANORAMIC"
  • Impacted
    • Impacted atau impaksi merupakan gangguan yang terjadi pada gigi dimana gigi yang baru tumbuh mendesak gigi di depannya yang sudah lebih dahulu tumbuh. Impaksi biasanya terjadi pada molar 3 yang mendesak molar 2. Ini biasanya terjadi karena pasien memiliki mandibula yang pendek sehingga molar 3 tidak mendapat cukup tempat untuk tumbuh.
  • Caries Dentis
    • Caries dentis dalam bahasa umumnya adalah gigi berlubang. Caries ini biasa terjadi akibat pengeroposan pada gigi yang penyebabnya banyak hal, bisa karena sisa makanan yang tertinggal, bakteri, dll.
  • Cystisis
    • Cystisis adalah sebuah kelainan dimana bagian mandibula yang  menjadi tempat untuk radix (akar) gigi mengalami kekosongan.
  • Susunan Gigi Yang Tidak Rata
    • Susunan gigi seharusnya tumbuh secara rata. Tetapi banyak juga orang yang memiliki susunan gigi yang tidak rata. Ini kebanyakan merupakan bawaan sejak lahir, tetapi ada juga yang diakibatkan karena kebiasaan makan saat kecil atau juga karena kecelakaan.

Sumber: http://www.babehedi.com/search/label/TEKNIK%20PEMERIKSAAN%20DENTAL%20RADIOGRAFI

TEKNIK RADIOGRAFI BASIS CRANII

PROYEKSI SUBMENTO VERTICAL
POSISI PASIEN


  • Pasien Supine di atas meja pemeriksaan
  • Mid Sagittal Plane Kepala tegak lurus dengan bidang film
  • IOML sejajar bidang film
  • Punggung pasien diberi pengganjal dengan bantal, leher full ekstensi kepala bertumpu pada vertex di atas area bidang film
  • Knee fleksi, lengan diposisikan nyaman disamping tubuh dan bahu sejajar bidang transversal.
  • Tabung sinar x tegak lurus dengan infra orbito meatal line kepala
KRITERIA GAMBARAN
  • Tampak Petrous ridge
  • Tulang-tulang pendengaran
  • Processus mastoid
  • Foramen spinosum
  • Foramen ovaleSinus sphenoidales
  • Mandibula arcus zygomaticum
  • Condilus mandibula dengan batas lateral kepala berjarak simetris kanan dan kiri
  • Petrosum terproyeksi simetris
  • Bagian anterior os frontalis superposisi dengan symphisys mandibula
  • Marker R/L tampak di bagian tepi gambar objek.

Terapi Penyakit Dengan Kedokteran Nuklir


Kedokteran Nuklir adalah spesialis kedokteran yang menggunakan sumber radiasi terbuka untuk menilai fungsi dan metabolisme organ , mendiagnosa, dan mengobati penyakit. Di Indonesia, terapi kedokteran nuklir telah rutin digunakan pada beberapa penyakit, antara lain:
1.    Terapi penyakit tiroid
Terapi penyakit tiroid jinak maupun ganas dengan I-131 merupakan modalitas yang telah digunakan secara luas sejak tahun 1940-an. Energi radiasi dari sinar beta yang dimiliki oleh I-131 akan mengablasi jaringan tiroid fungsional sehingga diharapkan produksi hormon tiroid dan ukuran dari kelenjar tiroid akan berkurang. Yang dimaksud dengan penyakit tiroid jinak adalah hipertiroidi dan struma multinodosa atau struma difusa non-toksik. Di Amerika Serikat terapi I-131 merupakan terapi pilihan pertama untuk pasien dengan hipertiroidi; namun di Eropa dan Jepang terapi I-131 baru dilakukan apabila terjadi kegagalan dengan obat anti-tiroid (OAT).
Penyakit keganasan tiroid yang dapat diberikan terapi NaI-131 adalah karsinoma tiroid berdiferensiasi baik (KTB). KTB merupakan keganasan yang berasal dari jaringan epitel folikel tiroid dan masih dapat mensintesis tiroglobulin dan mengakumulasi iodium. KTB dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan histopatologis yaitu folikuler, papilifer, dan campuran. Terapi utama dari KTB adalah tiroidektomi total, dilanjutkan dengan terapi adjuvan yaitu ablasi menggunakan NaI-131 dan terapi supresi hormon tiroid. Kombinasi tiroidektomi total, ablasi dengan NaI-131, dan supresi dengan hormon tiroid terbukti dapat menurunkan angka kekambuhan dan meningkatkan angka harapan hidup dari penderitan dengan KTB. Terapi NaI-131 pada KTB diberikan berdasarkan pada stratifikasi risiko. 
2.    Terapi paliatif untuk nyeri tulang akibat metastasis
Nyeri tulang yang sangat menyiksa akibat metastasis di tulang sering dialami oleh penderita keganasan. Mekanisme terjadinya rasa nyeri belum diketahui secara pasti namun beberapa ahli mengatakan dapat disebabkan oleh infiltrasi tumor dan ekspansi membran tepi tulang yang kaya akan reseptor nyeri, ketidakstabilan mekanik tulang yang terserang, dan adanya produksi mediator senyawa yang dihasilkan oleh sel tumor maupun oleh sel lain pada tulang. Saat ini terdapat beberapa obat radioaktif yang dapat menghilangkan rasa nyeri, diantaranya adalah Samarium-153. Selain sebagai pemancar beta murni Samarium-153 juga memancarkan sinar gamma sehingga dapat dilakukan pencitraan setelah terapi. Walaupun pengobatan tersebut tidak menyembuhkan penyakit primernya (bersifat paliatif), namun banyak digunakan karena sangat menolong dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. Pengobatan tidak dapat diberikan kepada pasien wanita yang sedang hamil atau laktasi, pasien dengan fraktur patologis yang pemeriksan darah tepi abnormal.
3.    Terapi penyakit lainnya

Terapi kedokteran nuklir pada penyakit lainnya masih belum rutin dilakukan di Indonesia, namun sudah rutin dilakukan di negara maju. Penyakit lain yang dapat digunakan dengan teknik kedokteran nuklir antara lain adalah penyakit neuroblastoma dengan menggunakan I-131 MIBG. Neuroblastoma merupakan salah satu penyakit neuroendokrin tumor yang sering ditemukan pada anak-anak. Terapi I-232 MIBG berdasarkan pada kemampuan sel tumor neuroblastoma dalam menangkap MIBG dan akan mengalami kematian akibat radiasi dari energi beta yang dipancarkan oleh I-131. Penyakit lain yang dapat diterapi dengan teknik kedokteran nuklir adalah keloid dengan menggunakan Phosphorus-32 (P-32) yang diberikan secara topikal. Mekanisme dari pemberian terapi keloid dengan P-32 masih belum diketahui secara pasti, namun dapat dimungkinkan karena P-32 merupakan pemancar beta murni dengan jarak penetrasi pada jaringan lunak yang minimal. Selain keloid, penyakit polisitemia vera juga dapat diberikan terapi dengan P-32 yang disuntikkan secara intravena. Polisitemia vera adalah suatu kelainan dalam pembentukan sel plasma yang berlebihan di sumsum tulang. Dan masih banyak penyakit lainnya yang dapat diobati dengan menggunakan teknik kedokteran nuklir, seperti sinovitis dengan menggunakan teknik radiosinovektomi, keganasan limfoma dengan menggunakan I-131 dan Y-90 yang dilabel dengan antibodi monoklonal, dan lain sebagainya. Diharapkan seiring dengan majunya ilmu kedokteran nuklir, makin banyak penyakit yang dapat diobati dengan teknik ini. 
Selama ini terapi dengan teknik kedokteran nuklir diketahui aman dan efektif. Belum ada laporan ilmiah mengenai efek samping atau komplikasi yang bermakna pada penderita yang diberikan terapi kedokteran nuklir. Kontraindikasi absolut untuk terapi kedokteran nuklir adalah pada penderita hamil dan menyusui, sedangkan kontraindikasi relatif tergantung pada kondisi penderita sebelum diberikan terapi.



Sumber: http://forum.kompas.com/medis/187715-terapi-penyakit-dengan-kedokteran-nuklir.html

Kedokteran Nuklir Dibidang Kesehatan dan Kedokteran


Abad 20 ditandai dengan perkembangan yang menakjubkan di bidang ilmu dan pengetahuan (iptek), termasuk iptek kedokteran dan kesehatan, sehingga memberikan sumbangan yang sangat berharga dalam diagnosis dan terapi berbagai penyakit.
Penggunaan isotop radioaktif dalam bidang kedokteran telah dimulai tahun 1901 oleh Henri Danlos yang menggunakan Radium untuk pengobatan penyakit Tuberculosis pada kulit. Tetapi yang dianggap Bapak Ilmu Kedokteran Nuklir adalah George C de Havessy. Dialah yang meletakkan dasar prinsip perunut dengan menggunakan zat radioaktif. Waktu itu yang digunakan adalah radioisotop alam Pb212. Dengan ditemukannya radioisotop buatan, maka radioisotop alam tidak lagi digunakan.
Radioisotop buatan yang banyak dipakai pada masa awal perkembangan kedokteran nuklir adalah I131. Pemakaiannya kini telah terdesak oleh Tc99m, selain karena sifatnya yang ideal dari segi proteksi radiasi dan pembentukan citra juga dapat diperoleh dengan mudah, serta harga relatif murah. Namun demikian, I131 masih sangat diperlukan untuk diagnostik dan terapi, khususnya kanker kelenjar tiroid.
Perkembangan ilmu kedokteran nuklir yang sangat pesat didukung oleh perkembangan teknologi instrumentasi untuk pembuatan citra terutama dengan digunakannya komputer untuk pengolahan data sehingga sistem intrumentasi yang dahulu hanya menggunakan detektor radiasi biasa dengan sistem elektronik sederhana, kini telah berkembang menjadi peralatan canggih kamera gamma dan kamera positron yang dapat menampilkan citra alat tubuh, baik dua dimensi maupun tiga dimensi, serta statik maupun dinamik. Berbagai disiplin ilmu kedokteran seperti penyakit dalam, ilmu penyakit syaraf, ilmu penyakit jantung, dan sebagainya telah mengambil manfaat dari teknik nuklir ini.
Kedokteran Nuklir merupakan cabang ilmu kedokteran yang menggunakan sumber radiasi terbuka berasal dari disintegrasi inti radionuklida buatan, untuk mempelajari perubahan fisiologi, anatomi dan biokimia, sehingga dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi dan penelitian kedokteran.
Radioisotop dapat dimasukkan ke tubuh pasien (studi in-vivo) maupun hanya direaksikan saja dengan bahan biologis antara lain darah, cairan lambung, urine, dan sebagainya, yang diambil dari tubuh pasien, yang lebih dikenal sebagai studi in-vitro (dalam gelas percobaan).
Pada studi in-vivo, setelah radioisotop dapat dimasukkan ke tubuh pasien melalui mulut, suntikan, atau dihirup lewat hidung, maka informasi yang dapat diperoleh dari pasien dapat berupa:·    
1.      Citra atau gambar dari organ/bagian tubuh pasien yang diperoleh dengan bantuan peralatan kamera gamma ataupun kamera positron (teknik imaging)
2.      Kurva-kurva kinetika radioisotop dalam organ/bagian tubuh tertentu dan angka-angka yang menggambarkan akumulasi radioisotop dalam organ/bagian tubuh tertentu disamping citra atau gambar yang diperoleh dengan kamera gamma ataupun kamera positron.
3.      Radioaktivitas yang terdapat dalam contoh bahan biologis )darah, urine, dll) yang diambil dari tubuh pasien, dicacah dengan instrumen yang dirangkaikan pada detektor radiasi (teknik non-imaging).
Data yang diperoleh baik dengan teknik imaging maupun teknik non-imaging memberikan informasi mengenai fungsi organ yang diperiksa. Pencitraan (imaging) pada kedokteran nuklir dalam beberapa hal berbeda dengan pencitraan dalam radiologi (lihat tabel dibawah).

KEDOKTERAN NUKLIR RADIOLOGI
Sumber Radiasi Zat radioaktif yang terbuka Pesawat pembangkit radiasi
Pembentukan Citra Emisi radiasi, perbedaan akumulasi radioisotop dalam berbagai bagian tubuh Transmisi radiasi; pembedaan daya tembus radiasi terhadap berbagai bagian tubuh
Informasi yang diberikan Terutama fungsional Terutama anatomis-morfologis
Pada studi in-vitro. dari tubuh pasien diambil sejumlah tertentu bahan biologis misalnya 1 ml darah. Cuplikan bahan biologis tersebut kemudian direaksikan dengan suatu zat yang telah ditandai dengan radioisotop. Pemeriksaannya dilakukan dengan bantuan detektor radiasi gamma yang dirangkai dengan suatu sistem instrumentasi. Studi semacam ini biasanya dilakukan untuk mengetahui kandungan hormon-hormon tertentu dalam darah pasien seperti insulin, tiroksin, dan lain-lain.
Pemeriksaan kedokteran nuklir banyak membantu dalam menunjang diagnosis berbagai penyakit seperti penyakit jantung koroner, kelenjar gondok, gangguan fungsi ginjal, menentukan tahapan penyakit kanker dengan mendeteksi penyebarannya pada tulang, mendeteksi pendarahan pada saluran penceraan makanan dan menentukan lokasinya, serta masih banyak lagi yang dapat diperoleh dari diagnosis dengan penerapan teknologi nuklir yang sangat pesat perkembangannya.
Disamping membantu penetapan diagnosis, teknologi nukilr juga berperan dalam terapi penyakit-penyakit tertentu, misalnya kanker kelenjar gondok, hiperfungsi kelenjar gondok yang membandel terhadap pemberian obat-obatan non radiasi, keganasan sel darah merah, inflamasi (peradangan) sendi yang sulit dikendalikan dengan menggunakan terapi obat-obatan biasa. Untuk keperluan diagnosis, radioisotop diberikan dalam dosis yang sangat kecil, tapi dalam terapi radioisotop sengaja diberikan dosis yang besar terutama dalam pengobatan terhadap janringan kanker dengan tujuan untuk melenyapkan sel-sel yang menyusun janringan kanker itu.
Di Indonesia, kedokteran nuklir diperkenalkan pada akhir tahun 1960an, yaitu setelah reaktor atom Indonesia yang pertama di Bandung mulai dioperasikan. Beberapa tenaga ahli Indonesia dibantu oleh tenaga ahli dari luar negeri merintis pendirian suatu unit kedokteran nuklir di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknik Nuklir di Bandung. Unit ini merupakan cikal bakal Unit Kedokteran Nuklir RSU Hasan Sadikin, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Menyusul kemudian unit-unit berikutnya di Jakarta (RSCM, RS Pusat Pertamina, RS Gatot Subroto) dan di Surabaya (RS Soetomo). Pada tahun 1980an didirikan unit-unit kedokteran nuklir berikutnya di RS Sardjito Yogyakarta, RS Karyadi Semarang, RS Jantung Harapan Kita Jakarta, dan RS Fatmawati Jakarta. Saat ini di Indonesia terdapat 15 rumah sakit yang melakukan pelayanan kedokteran nuklir dengan menggunakan kamera gamma, disamping masih terdapat 2 rumah sakit lagi yang hanya mengoperasikan alat penatah ginjal yang dikenal dengan nama Renograf.

Pemanfaatan Teknik Nuklir di Luar Kedokteran Nuklir
Di luar kedokteran nuklir, teknik nukir masih banyak memberikan sumbangan yang besar bagi kedokteran serta kesehatan, yaitu:
1.      Teknik Pengaktifan Neutron
Teknik ini dapat digunakan untuk menentukan kandungan mineral tubuh terutama untuk unsur-unsur yang terdapat dalam tubuh dengan jumlah yang sangat kecil (Co, Cr, F, Mn, Se, Si, V, Zn, dll) sehingga sulit ditentukan dengan metoda konvensional. Kelebihan teknik ini terletak pada sifatnya yang tidak merusak dan kepekaan yang sangat tinggi
2.      Penentuan Kerapatan Tulang Dengan Bone Densitometer
Pengukuran kerapatan tulang dilakukan dengan cara menyinari tulang dengan radiasi gamma atau sinar-X. Berdasarkan banyaknya radiasi gamma atau sinar-X yang diserap tulang yang diperiksa maka dapat ditentukan konsentrasi mineral kalsium dalam tulang. Perhitungan dilakukan oleh komputer yang dipasang pada alat bone densitometer tersebut. Teknik ini bermanfaat sebagai alat bantu diagnosis kekeroposan tulang (osteoporosis) yang sering menyerang wanita pada usia menupause (mati haid) sehingga menyebabkan tulang mudah patah.
3.      Three Dimensional Conformal Radiotherapy (3D-CRT)
Terapi radiasi dengan menggunakan sumber radiasi tertutup atau pesawat pembangkit radiasi sudah lama dikenal untuk pengobatan penyakit kanker. Perkembangan teknik elektronika maju dan peralatan komputer canggih dalam dua dekade, telah membawa perkembangan pesat dalam teknologi radioterapi. Dengan menggunakan pesawat pemercepat partikel generasi terakhir telah dimungkinkan untuk melakukan radioterapi kanker dengan sangat presisi dan tingkat keselamatan yang tinggi melalui kemampuannya yang sangat selektif untuk membatasi bentuk jaringan tumor yang akan dikenai radiasi, memformulasikan serta memberikan paparan radiasi dengan dosis yang tepat pada target. Dengan memanfaatkan teknologi 3D-CRT ini sejak tahun 1985 telah berkembang metode pembedahan dengan radiasi pengion sebagai pisau bedahnya (gamma knife). Kasus-kasus tumor ganas yang sulit dijangkau dengan pisau bedah konvensional menjadi dapat diatasi dengan teknik ini, bahkan tanpa perlu membuka kulit pasien dan tanpa merusak jaringan di luar target.

Ilmu Kedokteran Nukir Molekuler
Perkembangan disiplin ilmu baru yaitu ilmu kedokteran molekuler (moleculer medicine). Beranjak dari konsep ilmu kedokteran molekuler, maka diagnosis, terapi, dan pemantauan penyakit menjadi berdasarkan molekuler. Akan terjadi perobahan cara pandang penyakit dari organ (organ oriented) menjadi molekuler (moleculer oriented)
Dengan keunikannya, ilmu kedokteran nuklir akan banyak bersinggungan dengan ilmu kedokteran molekuler. Bidang garapan kedokteran nuklir dimasa akan lebih tertuju pada studi in-vivo tentang metabolisme, imunologi, serta reseptor seperti reseptor endokrin, tumor, dan neorotransmiter. Radiofarmaka molekuler akan banyak digunakan, yang sebagian berasal dari radionuklida waktu paroh pendek produksi siklotron.
Perkembangan tersebut melahirkan paradigma baru yaitu Kedokteran Nuklir Molekuler yang merupakan penegasan dari hakikat ilmu kedokteran dalam perspektif perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran. Dari sudut pandang kedokteran nuklir molekuler, masalah pasien akan dilihat sebagai disfungsi molekuler bukan kelainan struktural.

Stereotactic Radiosurgery (SRS)


Definisi :
Stereotactic radiosurgery (SRS) adalah pengobatan pada gangguan otak dengan pengiriman dosis radiasi tinggi dalam sesi satu hari. Fokus berkas radiasi diberikan ke daerah tertentu dari otak untuk mengobati kelainan seperti tumor atau gangguan fungsional. Difraksinasi perawatan radiasi stereotactic yang diterima dalam periode hari atau minggu dapat diberikan ke tubuh dengan bantuan removable masks dan frames yang mencapai tingkat yang lebih rendah dari imobilisasi. Stereotactic radiosurgery terbatas pada kepala dan leher, karena daerah ini dapat bergerak dengan alat fiksasi tulang yang benar-benar membatasi gerakan kepala itu, yang memungkinkan pengobatan yang paling tepat dan akurat Satu sesi perawatan tanpa peralatan fiksasi kerangka tidak dianjurkan karena berpotensi tinggi untuk kerusakan jaringan otak yang sehat, saraf kranial (optik, pendengaran, dll) dan batang otak.
Melalui penggunaan perencanaan dibantu komputer tiga-dimensi dan derajat imobilisasi yang tinggi, perawatan dapat meminimalkan jumlah radiasi yang melewati jaringan otak yang sehat. Stereotactic radiosurgery secara rutin digunakan untuk mengobati tumor otak dan luka. SRS mungkin pengobatan primer, digunakan ketika tumor tidak dapat diakses dengan cara bedah atau sebagai dorongan atau tambahan untuk perawatan lain untuk tumor berulang atau ganas. Dalam beberapa kasus, mungkin tidak tepat.
Cara Kerja :
Stereotactic radiosurgery bekerja seperti bentuk pengobatan radiasi lainnya. Pengobatan ini tidak menghilangkan tumor atau lesi (luka) tetapi mendistorsi DNA dari sel tumor. Sel-sel kemudian kehilangan kemampuannya untuk mereproduksi dan mempertahankan cairan. Penurunan tumor terjadi pada tingkat pertumbuhan normal sel tumor tertentu. Dalam lesi seperti AVMs (jalinan pembuluh darah di otak), radiosurgery menyebabkan pembuluh darah menebal dan menutup. Menyusutnya tumor atau menutupnya pembuluh terjadi selama periode waktu. Untuk tumor jinak dan pembuluh biasanya selama 18 bulan sampai dua tahun. Untuk tumor ganas atau metastasis, hasilnya dapat dilihat dalam beberapa bulan, karena sel-sel ini sangat cepat berkembang.
Efek Samping :
• Pembengkakan
Sebagaimana seperti semua perlakuan radiasi, sel-sel dari tumor iradiasi kehilangan kemampuan mereka untuk mengatur cairan, dan edema atau pembengkakan dapat terjadi. Ini tidak terjadi di semua perlakuan. Jika pembengkakan terjadi, hal itu menyebabkan gejala yang tidak menyenangkan maka pengobatan steroid mungkin diberikan untuk mengurangi cairan di dalam rongga tumor.
• Nekrosis
Jaringan tumor yang tersisa setelah perawatan radiasi biasanya akan menyusut. Pada kasus langka ini jaringan nekrotik atau mati dapat menyebabkan masalah lebih lanjut dan mungkin memerlukan penghilangan. Hal ini terjadi dalam persentase kasus yang sangat kecil.
Sebelumnya Radiasi :
Stereotactic radiosurgery dapat digunakan pada pasien yang telah gagal pada teknik radiasi standar atau pada pasien yang telah menerima radiasi seluruh otak atau dosis radiasi maksimum yang diijinkan. Ada literatur kecil pada radiasi-tumor baru diinduksi disebabkan oleh radiosurgery stereotactic. Diharapkan kemungkinan tumor kembali kambuh adalah 1 dalam 10.000 kasus. Hal ini mungkin disebabkan ketepatan pengobatan pada saraf dan jaringan. Seorang pasien yang telah radiosurgery stereotactic untuk tumor otak atau kondisi lain mungkin memiliki operasi tengkorak terbuka kemudian tanpa masalah. Dalam banyak kasus, stereotactic radiosurgery dapat dilakukan lagi jika diperlukan.
Jenis :
Ada tiga bentuk dasar radiosurgery stereotactic yang diwakili oleh tiga instrumen teknologi yang berbeda. Setiap instrumen beroperasi dengan cara berbeda, memiliki sumber radiasi yang berbeda dan mungkin lebih efektif dalam keadaan yang berbeda. Instrumen tersebut yaitu :
• Particle beam (proton)
• Cobalt-60 based (photon)
• Linear accelerator based (linac)
Indikasi :
Stereotactic radiosurgery mungkin atau mungkin tidak sesuai untuk kondisi. SRS dapat digunakan sebagai pengobatan primer atau direkomendasikan di samping perawatan lain yang diperlukan. Hanya seorang ahli bedah saraf yang mengoperasikan peralatan radiosurgery yang dapat membuat evaluasi, apakah seseorang dapat diobati. Seorang ahli bedah saraf harus selalu hadir selama perawatan dan harus bekerja dengan onkologi radiasi saat otak sedang ditargetkan. Beberapa indikasi yang paling umum untuk pengobatan adalah :
Arteriovenous Malformasi
• Semua tumor otak jinak termasuk
o Acoustic Neuromas
o Meningiomas
o Pineal dan Pituitary Tumors
• Semua tumor otak ganas termasuk
o Glial Tumors dan Astrocytomas
o Low grade tumor
• Tumor otak metastatik
• Gangguan fungsional termasuk:
o Trigeminal Neuralgia
o Essential Tremor
o Parkinson’s Tremor/ Rigidity

RADIOTERAPI PADA KANKER SERVIKS


Kanker serviks merupakan salah satu kanker terganas yang ada. Kanker serviks atau kanker leher rahim diberitakan sebagai penyebab kematian no. 1 di Indonesia. Setidaknya setiap 2 menit ada 1 orang di dunia yang meninggal karena kanker serviks. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode untuk mengobatinya. Radioterapi merupakan salah satu metode yang dapat digunakan. Radioterapi merupakan terapi yang menggunakan radiasi pengion untuk mengobati kanker. Radiasi pengion tersebut dapat berasal dari sumber radioaktif maupun mesin linear accelerator. Metode radioterapi yang digunakan dapat berupa radioterapi eksternal ataupun brakiterapi. Dengan radioterapi ini diharapkan pasien dapat sembuh ataupun mengurangi rasa sakit pasien yang mengalami kanker.
Radioterapi adalah penggunaan radiasi pengion dalam upaya mengobati penderita kanker. Prinsip radioterapi adalah mematikan sel kanker dengan memberikan dosis yang tepat pada volume tumor/target yang dituju dan menjaga agar efek radiasi pada jaringan sehat disekitarnya tetap minimum. Radiasi akan merusak sel-sel kanker sehingga proses multiplikasi ataupun pembelahan sel-sel kanker akan terhambat. Tujuan radioterapi adalah untuk pengobatan secara radikal, sebagai terapi paliatif yaitu untuk mengurangi dan menghilangkan rasa sakit atau tidak nyaman akibat kanker dan sebagai adjuvant yakni bertujuan untuk mengurangi risiko kekambuhan dari kanker. Dengan terapi yang dilakukan maka akan semakin banyak sel kanker yang mati dan tumor akan mengecil. Sel-sel kanker yang mati akan hancur, dibawa oleh darah dan diekskresi keluar dari tubuh. Sebagian besar sel-sel sehat akan bisa pulih kembali dari pengaruh radiasi. Tetapi bagaimanapun juga, kerusakan yang terjadi pada sel-sel yang sehat merupakan penyebab terjadinya efek samping radiasi. Radiasi mempunyai efek yang sangat baik pada jaringan yang membelah dengan cepat.
Dosis dari radiasi ditentukan dari ukuran, luasnya, tipe, dan stadium tumor bersamaan dengan responnya terhadap radioterapi.
Salah satu kanker yang dapat diobati dengan radioterapi adalah kanker serviks atau kanker leher rahim. Kanker serviks atau kanker leher rahim diberitakan sebagai penyebab kematian no. 1 di Indonesia. Setidaknya setiap 2 menit ada 1 orang di dunia yang meninggal karena kanker serviks.
Penyebab utama terjadinya kanker serviks diduga kuat infeksi virus HPV (Human Papilloma Virus). Kanker serviks pada stadium awal tidak menimbulkan gejala apapun. Gejala baru timbul ketika sel-sel kanker serviks sudah menginvasi jaringan sekitarnya, yaitu berupa :
·         Perdarahan tidak normal : diluar siklus menstruasi, setelah berhubungan intim, atau setelah pemeriksaan panggul.
·         Keputihan menahun, dengan cirri diantaranya : kental, warna kuning/kecoklatan, dapat berbau busuk dan/atau gatal.
·         Nyeri panggul hebat.
·         Pada stadium lanjut, gejala kanker serviks dapat berupa keluarnya air kemih dan tinja dari vagina.

Pasien akan didiagnosa untuk mengetahui stadium kanker serviks yang dideritanya.
  • Stadium 0 (Carsinoma in situ) : Sel-sel kanker serviks hanya ditemukan di lapisan terdalam leher rahim/serviks.
  • Stadium I : kanker ditemukan pada serviks saja.
  • Stadium II : kanker telah menyebar di luar serviks tetapi tidak ke dinding pelvis atau sepertiga bagian bawah vagina.
  • Stadium III : kanker serviks telah menyebar ke sepertiga bagian bawah vagina, mungkin telah menyebar ke dinding panggul, dan/atau telah menyebabkan ginjal tidak berfungsi.
  • Stadium IV : kanker serviks telah menyebar ke kandung kemih, rektum, atau bagian lain dari tubuh (paru-paru, tulang, liver, dll)
Dengan mengetahui stadium kanker serviks yang diderita pasien, dokter dapat dengan tepat memberikan radioterapi dengan metode dan dosis yang sesuai dengan stadium kanker yang diderita pasien.
Kanker serviks stadium lanjut (IIB-IVA) dapat diobati dengan radioterapi dan kemo berbasis cisplatin. Pada stadium sangat lanjut (IVB), dokter dapat mempertimbangkan kemo dengan kombinasi obat, misalnya hycamtin dan cisplatin.
Untuk tipe kanker serviks invasif, biasanya pembedahan dan radioterapi adalah treatment yang paling umum digunakan. Kemoterapi atau terapi biologis kadang-kadang digunakan. Jenis-jenis radioterapi untuk kanker serviks :
  • Eksternal : terdapat jarak antara sumber radiasi dengan kulit penderita dengan Cobalt 60 atau linear accelerator. Linear accelerator ditujukan ke area panggul. Biasanya diberikan 5 hari, @beberapa menit per hari dalam seminggu selama 5-6 minggu.
  • Brachiterapi : sumber radiasi ditempelkan pada tumor.
1.      Radioterapi Eksternal

Ø  Radioterapi eksternal pada seluruh panggul (whole pelvis radiation)
Radioterapi eksternal pada seluruh panggul (whole pelvis radiation) dapat digunakan untuk radioterapi kanker serviks. Kebijakan apakah metastatis limfonodi dimasukkan dalam target volume lapangan radioterapi eksternal whole pelvis tergantung pada derajat histology, stadium tumor primer, pola infiltrasi tumor, pola metastatis jauh. Dosis maksimum yang digunakan tergantung dari dosis toleransi maksimal jaringan normal yang berada di panggul. Faktor yang mempengaruhi besarnya dosis radiasi eksternal whole pelvis adalah umur penderita, beberapa keadaan yang menyebabkan turunnya dosis toleransi. Bagian superior panggul secara normal terisi oleh usus halus ileum yang bergerak bebas dengan dosis toleransi maksimum adalah 4 Gy dan 50 Gy dalam 4,5 – 5 minggu, sehingga dosis radiasi maksimum whole pelvis tidak boleh melebihi dosis toleransi usus halus sebesar 45 Gy – 50 Gy.
CT scan panggul menunjukkan vesica urinaria yang penuh terbukti dapat mendorong usus halus ke superior, keluar lapangan radiasi whole pelvis, sehingga disarankan pada saat radiasi whole pelvis, sebaiknya vesica urinaria penuh.
Struktur dalam panggul yang harus dilindungi adalah rektum, sigmoid serta caput femoris yang terkena radiasi lapangan lateral. Proktitis dan tenesmus merupakan efek samping radiasi.
Definisi target volume pada karsinoma serviks uteri
Target volume meliputi tumor primer, limfonodi pelvis, limfonodi parailiaka dan limfonodi iliaka komunis. Target volume ini harus mendapatkan dosis yang homogen sebesar 50 Gy. Agar setiap organ yang menjadi target volume mendapatkan dosis 50 Gy secara homogen, dapat dilaksanakan dengan menggunakan 4 lapangan radiasi yaitu lapangan anterior, posterior, lateral kanan, lateral kiri. Sehingga target volume berupa sebuah “kotak” yang terdapat didalam panggul dimana serviks, korpus uteri, parametrium, salfing, tuba, ovarium kelenjar limfe regional (limfonodi paraservikal, limfonodi parailiakal, limfonodi paraaortal) sebagian dinding lateral panggul keras, bagian anterior rektum, bagian posterior vesika urinaria, semuanya masuk didalam “kotak” target volume. Teknik ini disebut “box system” yang terutama digunakan pada karsinoma serviks uteri stadium inoperable yaitu IIB, IIIA, IIIB yang tumornya masih utuh, yang infiltratif ke parametrium atau vagina. Untuk karsinoma serviks uteri stadium IA/1B post operasi pan histerektomi dan karsinoma serviks IIA post operasi Wertheim, teknik radiasi whole pelvis 2 lapangan anterior-posterior dapat digunakan karena yang harus dieradikasi dengan radioterapi berupa mikroskopik residual disease karena stadiumnya masih dini sehingga 2 lapangan AP-PA sudah mencukupi.
Batas-batas lapangan anterior posterior whole pelvis meliputi batas atas tepi atas vertebra lumbal V, batas bawah tepi bawah foramen obturatoria, batas lateral 2 cm lateral dari linea inominata. Batas-batas lapangan radiasi lateral whole pelvis meliputi batas atas corpus vertebra lumbal V, batas bawah foramen obturatoria, batas posterior adalah tepi posterior simfisis ossis pubis.
Ø  Radioterapi eksternal pada karsinoma serviks uteri pasca wertheim
Indikasi radioterapi eksternal pada karsinoma serviks uteri stadium Ia, Ib, IIa adalah terdapat metastasis limfonodi para iliaka dan para aorta, jenis histologi karsinoma epidermoid berdiferensiasi buruk, sayatan operasi tidak bebas tumor.
Khusus untuk karsinoma serviks uteri pasca operasi wertheim karena yang dihadapi adalah mikroskopik disease, radiasi eksternal dapat diberikan dengan dua lapangan anterior posterior dan posteroanterior dengan dosis 48 Gy s/d 50 Gy dalam 25 fraksi radiasi, dosis perfraksi 2 Gy. Target volume adalah tumor bed bekas tempat serviks, uterus dan adneksa, proksimal vagina pada punctum bekas operasi, limfonodi parailiakal, parailiaka komunis.
Bila pada akhir radiasi box system masih didapatkan residual disease pada punctum vagina, yang dibuktikan dengan pemeriksaan pap smear, dapat dilakukan booster radiasi dengan brakiterapi ovoid kembar, dengan dosis 500 cGy 2 cm dari source sebanyak 2 kali aplikasi.
Ø  Radioterapi eksternal pada karsinoma serviks uteri stadium inoperable IIb, IIIA dan I1Ib
Target volume adalah proksimal vagina, forniks vagina, portio uteri, serviks uteri, korpus uteri, parametrium, salfing, tuba, ovarium, kelenjar limfe regional (Limfonodi paraservikal, limfonodi parailiakal, limfonodi paraaortal) sebagian dinding lateral panggul keras, bagian anterior rektum, bagian posterior vesika urinaria. Teknik radiasi whole pelvis menggunakan sistem box 4 lapangan dengan batas lapangan seperti sudah disebutkan sebelumnya.
Dosis yang digunakan adalah 46 Gy- 50 Gy dalam 23-25 fraksi radiasi, 2 Gy per fraksi. Kontribusi dosis dari lapangan anterior 0,6 Gy, lapangan posterior 0,6 Gy, lapangan lateral kanan 0,4 Gy, lapangan lateral kiri 0,4 Gy. Total dalam 1 hari mendapat dosis per fraksi 2 Gy. Kontribusi dosis dapat berubah sesuai bentuk panggul, panggul semakin besar dan pipih maka kontribusi dosis dari lapangan lateral makin kecil < 0,4 Gy, kontribusi dari lapangan anterior dan posterior > 0,6 Gy.

2.      Radioterapi Brachiterapi
Brakiterapi adalah radiasi dalam jarak yang dekat. Kelebihan brakiterapi adalah efek samping yang didapat pasien lebih sedikit dan waktu rehabilitasi biasanya lebih pendek. Sebelum brakiterapi biasanya dilakukan prosedur sinar-x atau CT scan untuk mengetahui rencana perawatan yang akan dilakukan. Sumber radiasi berbentuk kabel, lempengan yang dimasukkan ke dalam tumor untuk menyalurkan radiasi dengan dosis tinggi. Sumber radioaktif ini adalah iridium-192 (HDR), cesium-137 (LDR), iodine atau palladium.
Terdapat dua jenis brakiterapi. Radiasi intrakaviter adalah salah satu jenis brakiterapi dimana sumber radiasi ditempatkan pada suatu gagang dan dimasukkan ke dalam organ tubuh, seperti uterus atau vagina. Alat/gagang itu dapat berupa pipa atau silinder yang didesain agar pas ukurannya dengan bagian tubuh yang terbuka. Alat tersebut dapat disimpan dengan tangan atau dengan bantuan mesin. Radiasi interstisial, pada jenis ini sumber radiasi langsung dimasukkan pada jaringan tubuh dan diletakkan langsung pada tumor. “High dose rate brachytherapy” merupakan jenis brakiterapi yang baru yang sangat populer belakangan ini. Sebuah mesin yang memiliki sumber radiasi dengan aktivitas yang sangat tinggi, kemudian sumber itu disalurkan melalui kateter ke organ yang ada di dekat tumor.
Brakiterapi intracaviter pada karsinoma serviks uteri memungkinkan memberikan dosis yang tinggi pada sentral tumor primer di serviks uteri untuk mendapatkan kontrol tumor lokal yang maksimal tanpa melebihi dosis toleransi maksimal pada jaringan normal sekitar tumor. Hal ini dimungkinkan karena uterus normal dan vagina bersifat relatif radioresisten, sehingga penurunan dosis yang tajam pada jarak 2 cm dari source radiactive didalam seviks dan uterus serta vagina akan melindungi jaringan normal sekitar serviks yaitu rektum, vesika urinaria dan intestinum ileum.
Efek samping dari brakiterapi spesifik di area yang akan diobati. Karena brakiterapi memfokuskan radiasi di area yang kecil, maka hanya area itulah yang akan dipengaruhinya.
Penyebab utama terjadinya kanker serviks diduga kuat infeksi virus HPV (Human Papilloma Virus). Kanker serviks pada stadium awal tidak menimbulkan gejala apapun. Gejala baru timbul ketika sel-sel kanker serviks sudah menginvasi jaringan sekitarnya. Sebelum dilakukan pengobatan, pasien menjalani diagnosa untuk menentukan pada stadium berapa kanker serviks yang diderita. Hal ini akan menentukan metode pengobatan berupa radioterapi yang akan digunakan.
Ada dua macam metode radioterapi, yaitu radioterapi eksternal dan brakiterapi. Pada radioterapi eksternal terdapat jarak antara sumber radiasi dengan kulit penderita dengan Cobalt 60 atau linear accelerator. Linear accelerator ditujukan ke area panggul. Biasanya diberikan 5 hari, @beberapa menit per hari dalam seminggu selama 5-6 minggu. Dalam pemberian dosis, harus diperhatikan jaringan normal di sekitar kanker agar jaringan tersebut tidak mengalami dampak yang berarti. Pada radioterapi eksternal, besarnya dosis maksimal yang diperkenankan adalah 50 Gy dalam 4,5 – 5 minggu.
Pada brakiterapi terdapat dua macam metode, yaitu radiasi intrakaviter dan radiasi interstisial. Radiasi intrakaviter adalah salah satu jenis brakiterapi dimana sumber radiasi ditempatkan pada suatu gagang dan dimasukkan ke dalam organ tubuh, seperti uterus atau vagina. Radiasi interstisial, pada jenis ini sumber radiasi langsung dimasukkan pada jaringan tubuh dan diletakkan langsung pada tumor. Brakiterapi pun ada dua tipe energi yang digunakan, yaitu High-Dose-Rate (HDR) dan Low-Dose-Rate (LDR). Sumber yang digunakan yaitu iridium-192 (HDR), cesium-137 (LDR), iodine atau palladium.

Sumber: 
http://yusrowatch.wordpress.com/2011/01/06/radioterapi-pada-kanker-serviks/